DUNIA PENDIDIKAN

DUNIA PENDIDIKAN

Sejarah Universitas Terbuka atau UT Terbaik


BERDIRINYA UNIVERSITAS TERBUKA
Pendidikan jarak jauh pada tingkat pendidikan tinggi secara formal dimulai dengan berdirinya Universitas Terbuka (UT) pada 4 September 1984. Pembukaan UT dilatarbelakangi oleh adanya dua isu besar dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu rendahnya mutu atau kualitas guru dan terbatasnya daya tampung pendidikan tinggi. Pada akhir dasawarsa tahun 1970-an banyak guru SL TP dan SL T A yang dididik secara darurat dalam bentuk program singkat, sehi.ngga belum memenuhi standar kemampuan yang disyaratkan untuk mengajar di sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan tersebut. Upaya untuk meningkatkan pendidikan guru (O-Il untuk SL TP dan S-1 untuk SLT A) setelah mereka bekerja ternyata tidak mudah karena adanya kendala biaya dan waktu. Mereka harus meninggalkan tugas mengajarnya.  
 
 
Pada tahun 1981 Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi melaksanakan program pendidikan jarak jauh PGSLP D-11 bagi guru sekolah 103 Universitas Terbuka Dulu, Kini, dan Esok lanjutan tingkat pertama (SLP) yang telah memiliki ijazah D-1 dan PGSLP. Program ini diberi nama Program Belajar Jarak Jauh Proyek Pengembangan Pendidikan Diploma Kependidikan. Proyek ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Untuk menye-lenggarakan proses pendidikannya, dibentuk Satuan Tugas (SaJ:gas) Belajar Jarak Jauh di 12 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yang meliputi: 1 . IKIP Medan 2. IKIP Padang 3. Universitas Sriwijaya 4. IKIP Jakarta 5. IKIP Bandung 6. IKIP Semarang 7. Universitas Sebelas Maret 8. IKIP Yogyakarta 9. IKIP Surabaya 10. Universitas Udayana 11. IKIP Ujung Pandang 12. IKIP Malang Pelaksanaan program belajar jarak jauh D-11 untuk lulusan D-1 dan PGSLP itu dimulai tahun ajaran 1982/1983. Pada tahun ini ditargetkan sekitar 2000 guru SLP dapat mengikuti pendidikan ke tingkat D-11 dengan sistem belajar jarak jauh. Pelaksanaan pendidik-an dilakukan dengan sistem rayonisasi. Pengembangan mata kuliah dilakukan menurut keunggulan masing-masing LPTK. Misalnya IKIP Medan sebagai UPR I yang mendapat tugas pengembangan program belajar jarak jauh bidang studi Olah Raga dan Kesehatan (Orkes) dan Pendidikan Keterampilan Keluarga (PKK) menggunakan mata kuliah matematika yang dikembangkan IKIP Yogyakarta, Bahasa Indonesia yang dikembangkan IKIP Padang, dan Bahasa lnggris yang dikem-104 Wahyono dan Setijadi, Berdirinya Universitas Terbuka bangkan oleh IKIP Semarang. Bahan ajar untuk setiap mata kuliah dikembangkan secara moduler. Bantuan belajar atau tutorial diberikan di beberapa lokasi, umumnya di kota kabupaten atau propinsi. Tutor direkrut dari dosen LPTK dan guru-guru SLTA. Tahun 1982 Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi juga menye-lenggarakan pendidikan jarak jauh Akta Mengajar V untuk meningkatkan kemampuan mengajar dosen perguruan tinggi. Pendidikan ini juga tidak menginduk pada salah satu perguruan tinggi, tetapi merupakan proyek Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi. Masalah lain adalah terdapat ledakan lulusan SLT A pada akhir Pel ita IV yang besarnya mencapai 1,5 juta lulusan, sementara itu daya tampung perguruan tinggi negeri yang ada hanya sekitar 400 ribu. Dengan kondisi tersebut, diperkirakan terdapat sekitar 700 ribu lulusan SLTA yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi. Untuk dapat menampung lulusan SLTA itu, perlu dibuat perencanaan daya tampung perguruan tinggi sampai 1,5 juta mahasiswa, dengan asumsi bahwa semua lulusan SL T A ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Penambahan daya tampung yang besar itu, di samping memerlukan ruangan yang cukup besar dengan dana yang tidak sedikit, akan menimbulkan masalah baru, yaitu penambahan tenaga pengajar yang diperkirakan akan mencapai 80.000 -90.000 orang. Meskipun dana yang diperlukan untuk pengembangan dapat disediakan, penambahan 80.000 dosen sampai akhir Pelita IV (selama 5 tahun) tidak mungkin dapat dicapai (Direktorat Pembinaan Sarana Akademik, 1982: 6) 1 OS Universitas Terbuka Dulu, Kini, dan Esok Pembentukan Panitia Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah memutuskan mem-buka sebuah universitas negeri yang sifatnya terbuka dengan sistem belajar jarak jauh. Keputusan itu diambil karena beberapa pertim-bangan: Pertama, pendidikan jarak jauh tidak memerlukan dosen tetap dengan jumlah yang banyak. Kedua, sumber daya pendidikan tinggi yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk membantu penye-lenggaraan sistem belajar jarak jauh tanpa mengganggu tugas pokok mereka. Ketiga, pendidikan jarak jauh tidak memerlukan banyak ruangan. Keempat, biaya pendidikan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan pendidikan sistem tatap muka. Kelima, pendidikan jarak jauh dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pendidikan. Melalui teknologi pendidikan, penyampaian pendidikan dapat dirancang dengan sedikit mungkin sumber daya manusia, tetapi dapat mengakibatkan terjadinya suasana dan kemauan belajar mahasiswa sehingga dapat mengakibatkan pula terjadinya suatu perubahan perilaku pada mahasiswa. Dengan demikian, melalui pemanfaatan media pendidikan, sistem belajar jarak jauh tidak berbeda kual itasnya dengan sistem bela jar tatap muka. Kelebihannya, dengan menggunakan media cetak maupun elektronik (audio/video) sistem belajar jarak jauh dapat menjangkau lebih banyak mahasiswa dengan pelibatan staf pengajar yang jauh lebih sedikit karena dimensi ruang dan waktu tidak lagi menjadi penentu. Atas dasar pertimbangan itu, pada akhir tahun 1981 pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan mendirikan sebuah universitas yang nonkonvensional dengan sistem terbuka yang diberi nama Universitas Terbuka Indonesia (Indonesian Open University-lOU) yang kemudian berubah namanya menjadi Universitas Terbuka (UT). Pelaksanaan perintisan pendirian UT ini dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari para ahli pendidikan 106 Wahyono dan Setijadi, Berdirinya Universitas Terbuka yang dipimpin oleh Prof. Dr. Setijadi yang waktu itu menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta). Pada bulan Oktober 1981 Draft Rencana Pembukaan UT selesai disusun. (Vahidi, 1982). Draft tersebut kemudian direvisi Juni 1982. Dalam rancangan itu, pada bulan Juni 1984 UT harus berdiri (Direktorat Pembinaan Sarana Akademik, 1982). Populasi yang hendak dijangkau oleh UT adalah lulusan SLT A, baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja. Dengan demikian, mahasiswa UT secara umum dapat dikelompokkan menjadi: 1. Mahasiswa penuh, yaitu mereka yang kegiatan utamanya adalah belajar sebagai mahasiswa Universitas Terbuka. 2. Mahasiswa sampingan, yaitu mereka yang mempunyai pola kerja (sudah bekerja) disertaikuliah di Universitas Terbuka. 3. Mahasiswa sisipan, yaitu mereka yang telah menjadi mahasiswa pada lembaga pendidikan lain, tetapi untuk maksud-maksud tertentu menempuh satu atau beberapa mata kuliah pada Universitas Terbuka. Tim perintis berdirinya UT sudah bekerja keras, tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pi!da waktu itu memutuskan untuk menunda pembukaan UT. Dengiln keputusiln Mente1i itu, nasib tim perintis tidak tentu. Tahun 1983 terjadi pergantian Kabinet Pembangunan sebagai kelanjutan dari hasil Pemilu 1982. Seperti halnyil yang terjadi pada departemen lainnya, pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terjadi pergantian menteri. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Prof. Dr. Nugroho setelah mempelajari tim perintisan pendirian UT, memutuskan untuk tetap meneruskan rencana Pendirian UT. Pada Oktober tahun 1983, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto secara resmi membentuk sebuah Panitia Persiapan Pendirian UT dengan susunan sebagai berikut: 107

0 komentar:

Post a Comment